- Back to Home »
- Jilbab Traveler : Pada Sebuah Jalan yang Mengantarmu pada Cinta-Nya
Posted by : mulhaeri azzahra
Rabu, 06 Januari 2016
Jilbab Traveler : Pada Sebuah
Jalan yang Mengantarmu pada Cinta-Nya
Orang berilmu dan beradab
tidak diam beristirahat di kampung halaman, tinggalkan negerimu dan hidup asing
di negeri orang, demikian
pesan penuh hikmah Imam Syafi’i. Merantau, berarti melakukan perjalanan. Engkau
akan menemukan banyak orang dengan jenis kulit yang berbeda. Tak sesempit itu,
melainkan lebih berdampak pada dirimu untuk memasukkannya dalam hati bahwa
engkau tak sendiri di dunia ini. Beragam bahasa, suku, budaya berserakan di
belahan dunia sana. Paling tidak, kesombonganmu akan terkikis dengan
memunculkan fitrah manusia sesungguhnya sebagai makhluk yang tak bisa hidup
sendiri. Pun merantau telah dianjurkan dalam Islam, sebagaimana yang tertera
dalam Q.s. Al Ankabut bahwa berjalanlah
di muka bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan manusia dari
permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu. Merantau dengan segala kepingan ceritanya inilah
yang akan dihadirkan Asma Nadia dalam bukunya “Jilbab Traveler : Love Sparks in
Korea”.
Membaca
novel ini seperti membaca diri saya sendiri. Begitu banyak persamaan antara
saya dan Rania Timur Samudra, si jilbab traveler (pemeran utama dalam cerita
ini). Namun yang paling menonjol yakni kesamaan kami untuk berkeliling menapakkan
kaki di seluruh penjuru dunia. Rania sudah mewujudkannya, dan saya belum,
perbedaan yang sama menonjolnya dengan kesamaan kami.
Solo
traveler, mungkin terlalu rawan dilakukan untuk seorang perempuan terlebih
dengan tujuan wilayah yang sudah merambah ke luar negeri. Bagaimana jika sakit
dalam perjalanan? Belum lagi menghadapi manusia-manusia asing yang tak pernah
dijumpai sekali pun sebelumnya. Bagaimana misalnya kalau ketiban sial tas yang
berisi passport dan dompet dicopet. Apa yang harus dilakukan setelah itu?
Tinggal menjadi gembel di negara orang?! Rania, meskipun semua pertanyaan itu
telah mampir mewarnai kisahnya selama melakukan perjalanan, akan tetapi Allah
tak pernah benar-benar tega untuk menjadikannya gembel di luar negeri. Ya, karena
amalan yang rutin dilakukannya, bersedekah setiap kali akan melakukan
perjalanan, sholat safar, sepertinya telah menjadi benteng agar perjalanan yang
dilalui selalu mendapat perlindungan dari Allah Swt. Hal yang patut serta kita
amalkan, bahwa perjalanan apapun yang ditempuh semata untuk menekuri ciptaan
Allah.
Hyun
Geun, lelaki Korea itulah yang kemudian dititipkan Allah selalu hadir tepat
waktu saat Rania mengalami masa-masa sulit dalam perjalanannya. Lelaki yang
telah menyemai benih-benih cinta di hatinya. Pengujian akan identitasnya
sebagai muslimah, sebagai Jilbab Traveler meminta buktinya. Rania harus melawan
keinginan hatinya. Tak hanya persoalan bahwa diantara keduanya berbeda
kebudayaan, melainkan lebih dari itu yakni tentang tauhid, perbedaan keyakinan,
dan itu lebih fundamental. Ya, kisah pencarian cinta Rania juga turut serta
mewarnai novel ini. Sepertinya Asma Nadia sudah setia melekatkan kisah cinta
pada setiap ceritanya.
Love
Sparks In Korea, akan membawa anda jalan-jalan ke Negeri Dewa, Kathamandu. Menyaksikan
sunrise penuh kejutan di Sarangkot. Dan
tentu menjelajahi kota Seoul hingga Busan. Nami Island, Cheonggyecheon, Kuil
Beomeosa, Pantai Gwangalli, dan lainnya tak lupa pula disuguhkan sebagai latar
tempat yang dikunjungi Rania. Jika anda penggemar drama Korea, tentu hal ini
akan membawa anda berimajinasi sambil mengaitkan drama Korea yang pernah anda
tonton, ditambah dalam cerita ini sangat banyak menyajikan percakapan dalam
bahasa Korea. Dan saya pun sepakat, Miracle
in Cell No.7, yang sempat ditonton Rania memang film yang begitu
menginspiratif dan membuat mata saya bengkak.J
Dasar
Asma Nadia yang juga punya bisnis, novel ini kentara sekali mempromosikan
barang jualannya J. Tentang
sajadah lipat yang tidak tembus air, ransel multifungsi, dompet praktis.
Kapan-kapan saya mau coba pakai. Juga sempat memunculkan salah satu merk
kosmetik :D, ternyata sponsor! Duh … !!
Oh
ya, saya beberapa kali dibuat bingung pada beberapa scene tidak jelas tentang siapa
sebenarnya yang berbicara pada dialog. Lalu terkadang pakai alur mundur secara
tiba-tiba, dan seringnya seperti itu. Andai cerita ini tak mengambil tema
tentang travel, barangkali ceritanya
akan seklasik kisah percintaan pada umumnya. Karena menurut saya secara pribadi,
tema cinta yang diusungnya terkesan memaksa. Sebenarnya, tanpa dibumbui kisah cinta, novel
ini akan tetap menarik. Seperti halnya
Novel “99 Cahaya di Langit Eropa” yang tidak dibumbui dengan unsur romantika,
tetap menggugah pembaca akan nilai-nilai yang ingin disampaikannya.
Ada
satu scene yang begitu mendalam pada bagian cerita ini :
Teringat ucapan Papa ketika
setiap malam dia bertanya, ke mana kereta yang baru saja didengarnya melintas
akan pergi? Dengan senyum teduh dan sorot mata yang misterius, Papa akan
mengulang jawaban yang sama untuk pertanyaan gadis kecilnya,
“Salah satu dari kereta itu
menuju negeri dengan seribu kisah.”
“Papa nggak bohong?”
Lelaki itu menggeleng.
Tangannya mengelus rambut panjang Rania penuh kasih.
“Dan suatu hari, satu dari
banyak kereta itu akan menerbangkanmu ke negeri itu.” (Hal.11)
Bagi
Rania kecil yang hidup di pinggiran rel kereta api dalam kondisi miskin, tentu
melihat dunia luar adalah hal yang mustahil baginya. Tapi memiliki Papa yang
tak pernah menguburkan semangat anak-anaknya, adalah harta yang tak ternilai
dimilikinya. Papa Rania seperti Bapakku. Impian kami, anak-anaknya, selalu
disiram, dipupuknya setiap waktu, meskipun kami sadar, jalan untuk meraih itu
tak semudah membalikkan telapak tangan. Kepedihan akan kepergian papanya, sama
pedihnya saat saya ditinggal pergi oleh Bapak untuk selama-lamanya. Lentera
pemberi cahaya itu seakan padam seketika. Sama halnya Rania, saya pun harus
bangkit. Bukan semata untuk diri kita pribadi, melainkan untuk orang-orang yang
kami cintai.
Ibnu
Batutah, tokoh yang juga disinggung dalam novel ini, menjadi salah satu tokoh
inspiratif Rania dalam melakukan perjalanannya. Seorang penjelajah yang
kehebatannya melampaui sejumlah eksplorer Eropa seperti Christopher Columbus,
Vasco da Gama, dan Magellan yang bahkan baru mulai berlayar 125 tahun setelah
Ibnu Batutah. Pun cerita tentang Laksamana Malahayati juga menjadi sumber kekuatan
bagi Rania kecil saat berjuang melewati sakitnya. Dimana dia merupakan
laksamana wanita pertama di dunia yang kematian suaminya justru menyalakan
semangat juang. Menggerakkannya untuk mengumpulkan dua ribu Inong Balee atau
para janda perang untuk bertempur melawan kapal dan benteng-benteng
Belanda. Dan Cornelis de Houtman tewas
di tangan Malahayati.
Untuk
anda yang berminat melakukan traveling, terkhusus yang ingin mengunjungi Nepal
dan Korea, novel ini sangat layak anda baca. Traveling, it leaves you speechless, then turns you into a storyteller.
(Ibnu Batutah)
Resensator :
Chaery
Ma. Penikmat teh hangat, hobi baca buku, senang drama Korea ^_^