- Back to Home »
- ^^Gerimis Cinta^^
Posted by : mulhaeri azzahra
Minggu, 30 Maret 2014
Mulhaeri ‘AlBanna’
Wajah
itu tertekuk. Masam. Pemandangan yang tak biasa. Memang tak biasa. Dia
perempuan supel dan penuh semangat. Tapi entah untuk hari ini, ada sesuatu yang
berbeda.
“Kak
Karin.” Seraut wajah imut dengan senyum manisnya kini terpampang dihadapannya.
Cantik. Nania, mahasiswa baru jurusan psikologi yang juga jadi peserta
perekrutan anggota Lembaga Dakwah Kampus hari ini.
“Kenapa,
dik?” Dia mencoba menetralisir hatinya. Sebagai senior di organisasi ini, dia
harus tetap menunjukkan sikap profesionalnya. Berbudi pekerti luhur sebagai
aktivis dakwah. Gubraaak!
“Kak
Risal itu jurusan apa ya?”
Lagi-lagi tentang Risal.
Ketua LDK yang satu itu bak bintang gemintang yang namanya begitu enak disebut
oleh mahasiswa baru kampus ini. Sudah banyak kali pertanyaan itu terdengar di
kupingnya, dan itu tidak hanya terlontar dari mulut Nania.
“Hukum,”
Jawabnya singkat. Ada bom waktu yang seakan mau meletup dari rongga dadanya. Apalagi
ketika dilihatnya senyum genit Nania.
“Kak
Risal itu sudah punya pacar ya, kak?” Bug. Karina berusaha mengatur nafas. Wajar Karin, dia belum tahu apa-apa. Dia
berusaha menyabarkan hatinya.
“Menurut Nania sendiri?”
“Sepertinya
iya, orangnya cakep, baik, cerdas, tapi ... ” Pembicaraanya terhenti.
“Tapi
kenapa?” Karin sudah tak sabaran.
“Anak
LDK katanya tidak boleh punya pacar ya, kak?!” Lanjutnya sambil menggaruk
kepalanya yang terbungkus jilbab. “Tapi … kak Risal sukanya cewek yang seperti
apa sih?”
Karina
sudah geram setengah mati. Sabar Karin ...
“Manis,
berjilbab, cerdas, baik ...” Dia merutuk dirinya. Kenapa juga harus meladeni
pertanyaan Nania yang sudah hampir meruntuhkan benteng pertahanannya.
“Wah,
itu semua kan ada pada diri Kak Arini, bukankah mereka terlihat serasi.”
Bola mata Karin hampir keluar mendengar
kalimat itu keluar dari mulut Nania.
“Mereka
benar-benar serasi.” Kalimat itu kembali diulang Nania. Tidak tahu diri.
Pertahanan
Karina sudah hampir jebol. Dikuatkannya langkahnya menuju kamar panitia yang
saat itu sedang kosong. Dasar cengeng. Air matanya jatuh juga pada akhirnya. Wajar.
Seharusnya dia mengintruksikan kepada semua panitia pelaksana supaya ada sesi
perkenalan sebelum perekrutan dimulai bukannya malah diakhir acara. Jadinya
seperti ini. Makan hati. Semua calon anggota seperti mendiskriminasinya. Mestinya
dia harus buat atribut besar yang bertuliskan ISTRI RISAL biar semua orang tahu
dan sadar kalau Risal itu adalah suaminya. Tidak boleh lagi diincar-incar atau
bahkan dijodoh-jodohkan. Ini untuk kesekian kalinya dia diperlakukan seperti
ini. SUDAH KETERLALUAN!!
***
Kata-kata Nania siang tadi kembali terngiang di telinga
Karina. Seketika itu darahnya seperti mendidih yang siap ditumpahkan kepada
siapa saja yang ada didekatnya. Aaaargh.
“Sayang.”
Dengan cepat Karina menutup tubuhnya dengan selimut, pura-pura tidur. Malam ini
dia malas berkomunikasi dengan suaminya. Sebenarnya tidak adil, jika marahnya
ditumpahkan kepada sang pangeran. Tapi dia betul-betul sedang bad mood waktu
itu.
“Kamu
sudah tidur?” suara suaminya kembali terdengar. Tapi dia sama sekali tidak
menyahut. Tak lama kemudian, suara langkah kaki menjauh darinya. Terdengar
deruman motor yang keluar pekarangan rumah, membuat Karina terburu-buru keluar
kamar.
“Lo
… kirain tidur …” seorang perempuan paroh baya mendekatinya.
“Ma
... kak Risal mau kemana?” nafasnya memburu.
“Mau
ke kampus katanya, ada kegiatan ... memang kamu tidak tahu?” Dengan lemas
Karina kembali ke kamar. Perekrutan LDK memang dilakukan sampai malam. Sebagai
ketua organisasi yang bertanggung jawab, suaminya pasti akan selalu melindungi
panitianya dan calon anggotanya. Aaargh. Dia
pasti akan bertemu lagi dengan akhwat-akhwat genit itu. Kembali air mata
Karina tumpah.
Mama
benar, bukanlah hal yang mudah memilih menikah diusia muda apalagi disaat masih
menempuh bangku pendidikan sebagaimana yang mereka alami sekarang. Emosi yang
belum stabil dan selalu mau menang sendiri. Seperti yang dirasakan Karina
sekarang. Walaupun pernikahan mereka atas nama dakwah. Sama saja!!
Malam
itu, Karina hanya mampu terduduk pasrah di atas sajadahnya. Suaminya tidak
pulang karena ada sesi renungan pada subuhnya dan dia yang harus membawakan.
Apakah ini hanya sekedar alasannya? Entah kenapa dia menjadi suka berburuk
sangka pada suaminya akhir-akhir ini. Hffff. Hanya kepada Allah, dia serahkan
segalanya.
***
Laki-laki
itu sedang menekuni laptop dihadapannya. Dia memang tampan, hidungnya bangir,
dan ada janggut tipis didagunya. Wajar jika hampir semua perempuan di kampus
mengidolakannya. Hampir semua. Tidak juga semua.
Dengan
malas, Karina menghampiri suaminya dan menyodorkan sebuah potongan hati dari
karton.Risal menghentikan pekerjaannya, dan mulai mengeja kata demi kata yang
tercantum didalamnya.
“Per
... hatian ... Risal ... suami ... Karina …” Keningnya mengerut. ”Ini untuk apa
sayang?” Ditatapnya wajah istrinya dengan senyum tipis. Asal dia tahu, justru
senyuman itu menambah sakit hati Karina. Laki-laki itu memang kurang peka.
“Dipakai
ke kampus besok ...” cetus Karina.
“Untuk?”
Wajah tampan itu semakin tampan saja kalau bengong. Iiiiih ... Karina sudah mau
kebakaran jenggot.
“Biar
semua mahasiswa baru, apalagi akhwat-akhwat di LDK itu tahu kalau kak Risal itu
sudah punya istri ...” Volume suara Karina entah sudah mencapai titik keberapa.
Untung malam itu, mamanya sedang tidak ada di rumah. Jadi tidak mesti kumat
sakit kepalanya mendengar ulah anak perempuan semata wayangnya kali ini.
Tawa
Risal pecah, membuat air mata Karina hampir jebol. Suaminya benar-benar tidak
tahu apa-apa atau sok tidak tahu apa-apa?! Akh, mana mungkin dia tidak tahu apa-apa.
Keterlaluan.
“Karin
... ini kekanak-kanakan,“ Tawa suaminya semakin keras saja. Karina semakin
geram dibuatnya.
“Iya,
memang kekanak-kanakan, aku memang masih anak-anak dan tidak pantas menjadi
istri kak Risal.”
Karina
berlari ke kamar. Dibantingnya pintu kamarnya dengan keras. Tak digubrisnya
ketukan halus suaminya dari luar kamar.
“Karin
...” terdengar suara suaminya.
“Bukan
kak Risal yang merasakannya ... setiap hari mereka membicarakan kak Risal,
mengincar kak Risal ... bahkan sampai ada yang menjodohkan kak Risal dengan
Arini, sahabatku ... coba, hati siapa yang tidak sakit,” Akhirnya kekesalan
Karina tumpah juga.
“Karin
... buka pintunya.”
“Kak
Risal tidak pernah tahu perasaanku ...”
“Karin
... buka pintunya.”
“Tidaakk.”
“Aku
mau ambil selimut, mau tidur diluar ...”
Tangisan
Karina terem mendadak. Ya Allah, tercipta dari apa sebenarnya laki-laki seperti
suaminya ini. Bukannya bersabar membujuk Karina, malah meminta dibukakan pintu
untuk mengambil selimut. Tangisan Karina pecah kedua kalinya. Yang ini lebih
keras lagi.
***
Karina
mendapati dirinya terbaring di lantai. Diingatnya rangkaian peristiwa tadi
malam. Hfff. Dengan malas, dia mencari jam dinding kamarnya. Hah. Setengah
tujuh. Untung dia lagi libur sholat, kalau tidak, hatinya pasti bakalan tidak
tentram akibat terlambat sholat subuh. Dia bergegas ke kamar mandi, cuci muka,
sikat gigi, dan ... buka pintu dengan perasaan tak menentu. Dia masih belum
sanggup menatap wajah suaminya hari ini. Hfff. Tapi dia harus sadar, seburuk
apaun kejadian tadi malam. Dia harus tetap menyiapkan sarapan pagi untuk
suaminya. Tentu dia tidak menginginkan dicap “istri durhaka” karena membuat
suaminya kelaparan.
Tapi
langkah Karina terhenti begitu sampai di meja makan. Sederet makanan sudah
tertata rapi disana. Dan semua makanan kesukaannya. Jelas bukan ulah mama. Mama masih di luar kota. Apa mungkin ulah kak
Risal? Sejak kapan dia bisa masak. Bejubel pertanyaan memenuhi rongga
hatinya. Karina mencari sosok suaminya. Untuk memastikan dari mana makanan itu.
Tapi tidak ditemukannya sang pangerannya itu. Jangan kira makanan ini bisa menghiburku. Karina merutuk.
Ada
selembar kertas mencolok menarik hatinya. Terletak di dekat bunga hiasan
kesayangannya. Hatinya tak karuan begitu melihat tujuan yang tertera dalam
kertas itu. For My Love, Karina.
“Sayang, maaf aku pergi
ke kampus tanpa memberi tahumu, dosenku mau masuk pagi. Maaf ya?! Nanti aku
pulang menjemputmu.
Sudah makan? Itu aku
beli di pasar pagi-pagi sekali. Dimakan ya? Biar cepat besar.(He3x)
Karina, sudah hampir setahun
pernikahan kita. Waktu yang belum cukup untuk membuat kita saling mengenal
lebih dalam. Tapi akan tiba saat itu, dimana diantara kita sudah tidak ada lagi
prasangka buruk.
Sayang, aku tahu
tingkahmu akhir-akhir ini adalah bukti cintamu padaku. Aku bersyukur mempunyai
istri yang begitu mencintaiku. Seorang perempuan sholehah, cerdas, baik hati
yang pertama kali kutemui di mesjid kampus. (Jadi ingat masa-masa itu, Karin).
Maafkan aku jika selama
ini aku tidak mengerti perasaanmu.
Kamu butuh itukah, sayang?!
Mulai hari ini, aku
akan berusaha mengerti perasaanmu. Aku akan selalu melindungimu seperti janjiku
saat akad kita dulu. Walaupun aku tahu, itu belum cukup membuatmu bahagia
memilikiku. Ya. Kamu tidak akan bahagia hanya karena memilikiku, karena aku
bukan Si Pemberi Kebahagiaan itu, sayang. Aku pun juga bukan laki-laki
sesempurna yang kamu bayangkan. Aku membutuhkanmu untuk selalu menegur
kesalahanku dalam meniti hidup ini.
Karin, My Princess ...
Aku mencintaimu karena
Allah
J Your Lovely Husband
Air
mata Karina luruh.Ingin sekali didekapnya tubuh suaminya saat ini. Bersimpuh
dikakinya. Dia menyesal telah membuat suaminya menjadi sesedih ini. Dan bahkan,
dia hampir membuat suaminya malu di depan umum andai dia memakai atribut kalung
hati itu. Ya Allah! Betapa suaminya sangat mencintainya.
“Haloo
...” Nada Karina menjadi lemas begitu bukan suara suaminya yang terdengar
diseberang sana, melainkan suara Arini, teman karibnya. ”Kenapa, Rin?”
“Karina
... kak Risal tidak kenapa-napa kan?” kata Arini.
“Kak
Risal kenapa, Rin? Dia tidak sakit kan, dia baik-baik saja kan, jangan
membuatku cemas,” serbu Karina dengan perasaan tak karuan.
“Itu....
dia pakai kalung hati norak lalu ada kata-kata........”. Suara Arini diseberang
sana sudah tak didengarnya. Sontak tubuh Karina menjadi lemas tak berdaya.
***