- Back to Home »
- ^^Sejuta Pelangi Bunda^^
Posted by : mulhaeri azzahra
Senin, 24 Maret 2014
Oleh: Mulhaeri
08 Januari ...
Bunda ...
Tak seperti biasanya, hujan
hari ini turun lebih awal. Sesekali kilatan petir memantulkan cahayanya pada
kaca jendela kamarku. Entah kenapa, aku merasa ada nada cemohan pada kehadiran
mereka kali ini. Mereka seperti menertawakanku yang hanya tinggal meringkuk di
atas tempat tidur. Tak seharusnya memang, aku berkelakuan seperti ini. Hari ini
ulang tahunku. Aku pantasnya berada diantara cahaya lilin, tumpukan kado.
Sungguh. Perayaan ulang tahun yang sebenarnya begitu mudah aku dapatkan
mengingat diriku pewaris tunggal kekayaan keluarga kita.
Tapi bunda ...
Diulangtahunku kali ini, aku tak berharap banyak. Cukup
bunda hadir menemaniku disini, itu sudah kado terindah yang ingin kumiliki saat
ini. Tapi, lagi-lagi bunda membuatku menelan pil kekecewaan. Pahit. Pernah
bunda merasakan pahitnya?!.
Seharusnya aku
sadar, bunda bukanlah milikku seorang. Bunda juga milik semua
perempuan-perempuan yang ada di negara kita bahkan di dunia. Karena kutahu,
bundaku adalah aktivis disebuah lembaga pemberdayaan perempuan internasional.
Terkadang aku memaksakan diriku untuk kagum dengan loyalitas bunda terhadap
profesi ini. Tapi tidak. Kesibukan bunda justru membuat papa mencari perempuan
lain. Papa meninggalkan kita, Bunda. Hanya kehampaan yang tak bertepi selalu
menemani hari-hariku. Padahal bukan hanya mereka yang membutuhkan bunda. Aku
sangat membutuhkan bunda. Tidakkah bunda tahu itu?!
Bunda sedang
berada di Palestina. Perempuan-perempuan disana membutuhkan dukungan moril
pasca agresi militer Israel. Lusa, bunda akan terbang ke Nigeria bersama WHO
untuk membantu asupan gizi penduduk di negara terbelakang itu ... email terakhir yang aku terima dari bunda hari ini.
Tidak ada ucapan selamat ulang tahun yang tertera disana. Jangankan itu,
menanyakan apakah aku sudah makan atau belum, tidak ada sama sekali. Entah apa
yang harus aku lakukan untuk bisa membuat bunda melakukan itu padaku. Bunda, tidakkah
bunda peduli padaku??? Aku sakit sekarang. Kepalaku pusing. Kehadiran bunda
adalah obatnya. Bunda ...
Hujan diluar sana sudah tidak sederas tadi. Yang tinggal
hanya gerimisnya yang juga sudah mau beranjak pergi. Dan gantian, hujan dari
muara air mataku yang mengalir deras. Memang hanya ini yang bisa kulakukan.
Menangis.
***
26 Februari ...
Bunda ...
Layar kaca TV hari ini, tiada hentinya menampilkan sosok
dirimu. Ya. Hari ini, bunda hadir di istana Merdeka untuk menerima penghargaan
atas dedikasi bunda sebagai aktivis di Lembaga Pemberdayaan Perempuan. Bunda
tampil begitu anggun, dengan senyum bunda yang tak hentinya merekah. Nama bunda
langsung meroket. Julukan “Perempuan Inspiratif Pembangun Peradaban”
dihadiahkan masyarakat Indonesia untuk bunda. Sehebat itukah bunda?? Aku juga
ingin menghadiahkan julukan itu untuk bunda. Tapi bunda, aku tak punya alasan
untuk melakukan hal itu. Aku mungkin terlalu kejam.
Hatiku ciut. Kepalaku mendidih. Kulemparkan remote TV
hingga mengena layar kaca. Braakk. Pecah. Bersamaan dengan itu, bulir-bulir air
mataku lagi-lagi jebol tak tertahankan. Ada ketidakadilan yang bersemayam
didalam jiwa bunda. Tidakkah bunda tahu itu?!
Bukan kepopuleran bunda yang aku inginkan. Juga bukan
kata-kata basi bunda di SMS, Email, telpon atau yang lainnya. Permintaanku
sangat sederhana. Aku hanya ingin bunda selalu hadir menyambutku setiap kali
aku pulang dari sekolah, dan ketika kuterbangun dalam tidur lelapku, ada bunda
yang tersenyum untukku. Kenapa juga bunda belum tahu itu?!
Bunda ...
Maafkan aku jika
aku tak turut bahagia atas prestasi bunda. Ada kesedihan yang melanda relung
hatiku. Kenapa aku merasa bunda semakin jauh saja dari kehidupanku.
***
16 Juni ...
Bunda sakit ...
Ada segelintir rasa bahagia yang menyembul di relung
jiwaku. Sungguh. Bukan karena bunda sakit, tapi waktu bunda yang akan lebih
banyak di rumah, bersamaku.
Pagi-pagi sekali aku membuatkan susu cokelat dan nasi
goreng, seperti yang selalu bunda buatkan saat aku kecil dulu. Entah kenapa,
aku jadi teringat masa itu, masa dimana semuanya masih baik-baik saja. Bunda
selalu menyajikan untukku dalam kemasan gelas lucu bergambar mickey mouse dan
nasi goreng dengan telur mata sapi ditengahnya. Hari ini, aku ingin bunda
mencicipi masakanku.
Tapi lagi-lagi, aku harus kembali menelan pil kekecewaan.
Bunda bersikeras untuk berangkat ke Kalimantan untuk memberikan dukungan
motivasi kepada puluhan korban penganiayaan Tenaga Kerja Wanita oleh
majikannya. Lama kita cekcok. Aku tidak mau sakit bunda bertambah parah. Aku
tidak mau terjadi apa-apa sama bunda. Aku sayang bunda. Bunda, kapan engkau
mengerti perasaanku.
Tertegun aku menatap kepergian bunda. Sebegitu
besarnyakah cinta bunda pada mereka sampai kondisi kesehatan bunda tidak engkau pedulikan
sekalipun. Apa sebenarnya yang bunda harapkan dari semua ini? Eksistensi?!
Popularitas?! Sekelebat punggungmu seakan-akan ingin bercerita banyak kepadaku.
Bunda ...
Hujan kembali turun sore ini. Aku tidak mau meringkuk
dalam kamar lagi. Karena kutahu akan ada pelangi yang menantiku diluar sana.
Pelangi. Ya. Seperti pelangi, kehadiran bunda dalam hidupku. Hadir sekejap.
Tanpa memberikan kesempatan kepadaku untuk menikmati kehadirannya.
***
4 November ...
Bunda ...
Tak seperti biasanya, pelangi hari ini muncul dengan raut
kelabu. Ada kesenduan yang bisa kutangkap dari pancaran warnamya. Sesendu
rongga hatiku saat ini. Aku tahu, dia juga turut berduka cita menyaksikan
jajaran karangan bunga yang memenuhi halaman rumah kita.
Hari ini, bunda telah pergi untuk selamanya. Kecelakaan
mobil yang membawa rombongan bunda untuk memberikan bantuan kepada korban
letusan gunung Merapi di Yogya membuat nyawa bunda tak terselamatkan. Bunda
benar-benar telah membuktikan bahwa cinta bunda pada mereka sampai titik darah
penghabisan. Dan hari ini pula, aku baru merasakan bahwa cinta bunda kepada
mereka tidak sia-sia. Jutaan doa untuk bunda tak henti-hentinya mengalir dari
bibir mereka. Air mata tulus mereka, bukti betapa mereka juga mencintai bunda.
Bunda ...
Sebuah buku kecil yang selalu menemani hari-harimu, hanya
itu yang ditemukan utuh pada kecelakaan beberapa waktu yang lalu. Buku
bersampul hijau daun itu telah menjawab kegundahanku selama ini. Sungguh.
Kakiku seakan tak mampu menopang tubuhku saat kubaca baris demi baris tulisan
bunda dalam buku itu.
“....Allah,
aku tak mampu membiarkan wajah-wajah itu larut dalam kesedihan yang mendalam.
Seandainya aku mempunyai dua tubuh dalam jiwaku, maka seperti itu juga aku akan
mewakafkan diriku untuk mereka. Tangisan panjang yang selalu terdengar menyayat
direlung hatiku, kenapa selalu bertalu-talu memanggil namaku. Aku terkadang
lelah dengan semua ini. Tapi tidak. Mereka membutuhkan diriku.
Allah, jika
ini sebuah bentuk kesombongan, maka hukumlah aku dengan kekuasaan-Mu. Karena
betapa pun, aku ingin selalu dekat dengan mereka. Menghapus air mata
mereka....”
Bunda ...
Lewat buku itu, aku merasakan arti ketulusan pada setiap
perjuangan bunda. Hidup untuk orang-orang yang termarginalkan, panggilan suci
itu yang selalu bertalu-talu dihati bunda hingga bunda sanggup untuk bertahan.
Bunda selalu ingin disamping mereka. Karena dari sanalah bunda belajar tentang
arti kesyukuran dan kesabaran, doa dan harapan, cinta dan kasih.
“Pelangi,
anakku ... aku menyayangimu. Aku mengerti bagaimana perasaanmu, Nak. Tapi bunda
ingin kau mengerti tentang hidup ini. Terkadang tak seperti yang kita harapkan.
Aku ingin kamu merasakan, paling tidak penderitaan saudara-saudara kita yang
ada di daerah konflik sana. Mungkin menurutmu aku begitu kejam. Tapi, Nak ...
memang seperti inilah hidup. Cepat atau lambat, kamu akan merasakannya.
Pelangi, aku
begitu percaya padamu. Bukti kepercayaanku, aku berani meninggalkanmu melewati
hari-harimu dengan caramu sendiri. Aku begitu tahu siapa dirimu, bukan hanya
karena akulah yang melahirkanmu, tapi
aku mengenalmu karena sifatku menurun pada dirimu. Kamu tidak akan membuatku
kecewa dengan melampiaskan kesepianmu pada pergaulan bebas yang telah dikemas
dengan menarik diluar sana. Karena dirimu telah aku titipkan pada pilihan yang
memang paling tepat untuk menjagamu, Sang Maha Pelindung.
Pelangi,
papamu menitipkan salam untukmu. Rupanya dia tak sanggup mengucapkan langsung
padamu. Hari ini, dia menemuiku bersama dengan seorang perempuan cantik
berjilbab. Dia juga mamamu, Nak. Istri papamu sekarang. Kumohon cintai mereka
sama seperti kamu mencintaiku. Hidup ini adalah pilihan, Nak. Tidak memilih pun
adalah sebuah pilihan. Maafkan aku yang tak bisa mempertahankan keutuhan
keluarga kita.
Bunda ...
Air mataku luruh begitu aku tahu betapa bunda begitu
mengenal siapa diriku. Aku begitu bahagia. Bunda ingin mengajariku tentang
makna hidup, maka dari itu bunda membuatku seperti ini. Kenapa aku baru
menyadarinya.
Bunda ...
Aku tahu, bunda bukanlah perempuan yang sempurna. Karena
ketidaksempurnaanmu itulah yang membuat papa memilih perempuan lain. Aku
menghargai pilihan papa, bunda. Aku akan menghormati mereka bukan karena hanya
karena pesan bunda, melainkan karena mereka yang akan menjadi pengganti bunda keesokan
harinya.
Bunda ...
Aku terpaku di sudut kamarku sambil menatap jutaan
orang-orang yang mencintaimu menangis pilu. Mereka masih begitu membutuhkan
bunda. Namun ada kekhawtiran yang menyelinap dihatiku. Aku khawatir, ibu di
negeri ini tidak bisa lagi melahirkan orang-orang hebat seperti bunda.
***
Bone, 2010 (Untuk wanita karir yang ada di luar sana,
hidup memang adalah pilihan, tapi tidak memilih pun adalah sebuah pilihan,
jalani dengan hati, kelak akan engkau dapatkan pula hasil melalui hati)>>>>>untuk
my mother, murobiyyahku, teman-teman di lingkaran kecilku ...