- Back to Home »
- ^^Bianglala : Karena Hidup Selalu Pada Tempatnya^^
Posted by : mulhaeri azzahra
Senin, 06 April 2015
Bianglala
: Karena Hidup Selalu pada Tempatnya
Saya pernah menonton Film
Thailand yang masuk dalam nominasi film favorit saya, Dear Galieo. Adalah satu
adegan yang membuat jantungku seakan dialiri listrik, tersengat, tergetar, pas
di bagian awal-awal scene-nya, saat Cherry dan Noon berdiri di ketinggian yang
entah keberapa meter di atas permukaan laut, siap-siap mau melakukan aksi begge
Jumping. Dan adalah satu quotes yang meng-cover keseluruhan aksi singkat itu :
Ketika kamu berhasil melawan ketakutanmu, sesungguhnya kamu akan berani
menghadapi segala sesuatunya. Setelahnya itu mereka meneriakkan impian mereka :
backpacker ke Paris. Dan tempat-tempat yang nantinya akan mereka kunjungi.
Impian itu larut saat mereka terlempar jatuh di kebawahan yang entah kesekian
berapa ratus meternya, dengan teriakan lega, saya lebih tepatnya menamainya
begitu. Karena ternyata berteriak tanpa beban maka disitulah ia disebut
teriakan lega.
Cherry dan Noon yang siap-siap Jumping |
Jumping ... Dimana ada tempat seperti ini di Bone? |
Dan kali ini tentang Bianglala …
^_^
Akan jelas terasa jauh beda
dengan begge Jumping. Tentu saja. Yang bahkan ketika mata terpejam untuk
menebaknya, masih akan terjawab dengan benar.
Kecuali kalau kalian sama sekali belum pernah menyaksikan keduanya.
Bianglala …
Entah, kapan terakhir saya
menaikinya. Barangkali tujuh atau delapan tahun yang lalu. Dan kini, saya
kembali menaikinya. Di sebuah pasar malam baru-baru ini. Pasar malam yang
dikemas menjadi Bone Expo untuk memeriahkan Hari Jadi Bone waktu itu. Oh ya …
Dirgahayu Bone-ku, seperti rumah, kelak jika kakiku berada di belahan bumi lain
… di sini, di Bone … tempat yang akan selalu kurindukan.
Gambarnya sengaja dibuat begini ^_^ |
Bersama sosok yang berbeda. Kak
Bee. Menemaniku. Berdua. Menaiki kandang ayam itu … yang saya sempat berpikir,
kenapa tidak sekalian dibuka bagian atasnya. Biar bintangnya lebih terlihat,
dan bulan yang ketika tanganmu kau angkat tinggi maka kau seakan
menyentuhnya. Tentu sangat romantis. Terlebih
bersama belahan jiwamu, barangkali! Dan bahkan kak Bee tambah mengomentari :
Baiknya sekalian kaca yang gelap, supaya kita tidak terlihat dari luar.
Menimpalinya, saya tertawa. Teringat sebuah film yang saya lupa judulnya, diperankan
Donita dan Marcel Chandrawinata … sama seperti saat ini, mereka sedang naik
bianglala … pas sampai di puncak paling tinggi, solar yang merupakan bahan
bakar bianglala itu habis. Barangkali itu kejadian yang disengaja, tentu saja. Dan
tebak seperti apa kelanjutannya? Marcel mengatakan cinta pada Donita, di situ. Di
puncak tertinggi. Barangkali ini terkesan sederhana. Tapi percayalah …
perempuan terkadang lebih menyukai kesederhanaan dibandingkan kemewahan yang
terlalu dibuat-dibuat, itu pun dengan paksa, pula. (Tips untuk para lelaki)
Dan bagiku, Bianglala … bukan
hanya persoalan ke-romantis-an yang sederhana. Lebih dari pada itu. tentang
ketakutanku. Dan tempat tinggi yang seakan mencopot seisi bagian perutku. Ha …
dan jelas ini tak terlalu tinggi. Tapi menyaksikan puncak menara Mesjid at
Tijarah yang seakan beberapa meter dari penglihatanku, lantas kemudian menengok
ke bawah … Alloh … kali ini, tak hanya isi perutku yang mau copot, sekalian
jantungku yang sepertinya sudah terlepas dari tempatnya. Dan kak Bee (lagi)
mengomentari : Elis lebih-lebih … teriak-teriak, itu kakinya sudah sembarang
tempatnya, lalu kedua tangannya pegang erat pegangan … . Dan saya tertawa
(lagi) menimpali, mengalihkan pikiran saya. Elis … dan , saya berterima kasih,
untuk seorang adik yang mendokumentasikan bianglala ini meskipun dari jauh. Di
bagian bawah sana. Elis manis ^_^, tapi saya lebih suka menuliskan namanya
dengan pronoun Alice, biar terkesan keren.
Ini yang bernama Alice ... maniest ^_^ |
Tapi bianglala … tak sekedar
yang saya sampaikan di atas. Dan ini
lebih sari semua itu. Tentang kehidupan yang selalu sesuai pada tempatnya. Kadang berjalan lambat sekali, dan ketika
berjalan kencang kau pun akan teriak kekencangan pada akhirnya. Ada yang naik
(ibaratnya lahir), ada yang turun (ibaratnya kembali pada Allah). Hidup yang
selalu pada tempatnya. Berputar dalam poros yang sama, dan dalam nunsa yang tak
pernah sama. Besok-besok saya akan lebih sering naik bianglala … berteriak
kencang di puncak paling tinggi, berteriak lepas, biar beban di pundak sedikit
banyaknya berkurang. Dan apakah benar-benar berkurang?! Ah, saya lebih tahu
itu, pastinya! Oya … saya juga akan mencoba naik komedi putar, lain kali, suatu
saat nanti :) … teringat Drama Korea Stairway to Heaven … barangkali suatu hari
nanti saya pun bisa menaiki komedi putar yang menjadi latar di drama tersebut
yang konon disebut-sebut komedi putar paling romantis di dunia. Tentunya
bersama pasanganku kelak, suatu saat nanti ^_^
Saya hampir lupa … Andrea
Hirata dalam bukunya Edensor pernah mengatakan : bahwa ketika kandang ayam yang
kau naiki (bianglala) mencapai sudut 45 derajat, maka akan terjadi pergeseran
tubuh, sehingga posisi A Ling (teman kencan Ikal) menggenggam erat lengan Ikal
agar tidak terjatuh, tentu saja! (Adegan Ikal mengajak A Lin naik bianglala).Tapi
untuk yang satu ini saya tak terlalu sepakat. Pada sudut yang kesekian, posisi tubuhku
tak mengalami pergeseran kecuali jika saya yang melakukannya sendiri, pun saya
tak pernah menggenggam erat lengan kak Bee. A lin jelas hanya menjadikan modus
adegan tersebut. Atau barangkali bianglala yang saya naiki berbeda dengan
mereka ^_^ Whatever